Puisi

Puisi Bara Redinata: Ibu & Puisi Lainnya

HUJAN KEKALAHAN

Hujan di matamu kini telah diambil alih oleh langit

Gelap di dadamu telah menjelma awan hitam pekat yang melemparkan kilatan putih penyesalan

Amarahmu menyala dan menjalar menjadi angin yang meniupkan kalimat-kalimat umpatan dan makian

Sore itu, kau jadikan hujan sebagai payung. Kau sengaja berlindung di bawah rintik-rintik hujan yang membentuk titik-titik keraguan

Kau berjalan di atas kehidupan yang berkerikil cadas nan tajam. Kau tundukkan kepala sembari melacurkan dirimu ke dalam lubang jurang kegagalan

Kau rebahkan tubuh ringkihmu ke dalam kubangan jurang kehidupan tak berdasar. Kau tak mau beranjak dari dalam sana meski kini hujan telah reda.

Kini hujan benar-benar telah reda, tapi matamu masih basah, gemuruh di langit berpindah ke hatimu, wajahmu basah, senyummu tak lagi sumringah. Kau kalah

SECANGKIR KOPI

Secangkir kopi telah dingin sebab ditinggal sepi terlalu lama

Hitam kopi kini tampak tak lebih menawan dari sekumpulan waria yang menjajakan tubuh mereka di jalanan.

Kopi yang sepi kini telah kehilangan rasa

Sebagaimana rasa cinta angin yang ditinggal hujan yang menjadikannya badai air mata

Seperti halnya Hawa yang merindukan Adam kala mereka dipisahkan Tuhan ketika mereka memutuskan untuk hidup merdeka

Secangkir kopi kini telah dingin ditinggal sepi pemiliknya

Kepulan asapnya telah berubah menjadi bulir-bulir kenangan dan harapan

Seperti tawa anak-anak TK yang kini mulai beranjak dewasa

Serupa harapan kita semua yang ingin bahagia tapi terlalu sering dikoyak-koyak realita

KEMBANG SURGA

Kau menjelma bunga indah yang membuat banyak lebah terpesona

Senyummu bagaikan bulan purnama yang menerangi hitamnya langit malam

Bibirmu serupa batang rokok yang selalu ingin kucumbu hingga aku menjadi candu

Jika aku lebah, maka aku rela menumbalkan hidupku untuk bisa mengawinimu

Jika aku Rahwana, maka aku rela ribuan kali kalah melawan Rama demi bisa memilikimu. Titisan dewi Sita. Titisan kembang surga

Ibu

Apa yang lebih suci dari air zam-zam dan air Sungai Gangga? Setetes air mata ibu yang keluar saat mendoakan aku, anaknya.

Saya Bara Redinata. Saya dilahirkan dari rahim seorang pejuang tangguh yang luar biasa. Saya lahir dan mekar di kota Paris Van Sumatera, dan saat ini saya tengah menempuh pendidikan Sastra Indonesia di salah satu universitas di Bumi Andalas. Saya punya mimpi sederhana, menjadi sastrawan yang dermawan. Saya bisa disapa melalui instagram: @manusia.praaksara__

Avatar

admin

About Author

1 Comment

  1. Avatar

    JJ

    Desember 9, 2024

    Tumbuh liar serupa gulma, Bara.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Puisi

Puisi Zainul Dzakwan Arabi: Seorang Buta

ilustrasi: Alfarizi Andrianaldi Aku merabamu Saat tiada pasang mata Tahu kandungi Perisamu pada kenihilan Melihat pasti milik penglihatan Begitu ketaranya
Puisi

Puisi Asa Nirwangga: Merde

    Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. Mengasihi umatnya yang blingsatan sudah sepekan hanya makan