Puisi

Puisi Rae Fadillah: Setelah Ida tak Lagi Ada dan Puisi-puisi Lainnya

MEROBOHKAN TOKO BALZAC

Para babi mencari lumpur pembersih kulit jati

Arsip pendataan mengerubungi ketek sebuah museum

Di dalamnya hanya dapat ditemukan data-data tanpa pemilik

Dan selalu ada tempat tidur di batang jantung buku yang belum dibelek

Lalu tukang aki menyimpan kegembiraan di dalam kulkas

Untuk dibawakan kepada api: aktor pembebas

Mengacungkan jari kelingking di hadapan korek

Melempar botol-botol dengan tangan yang belum akil balik

Kemudian sampai di depan toko yang menampung berahi mesum

Pada sebuah tumpukan buku yang sudah lama tidak mandi

Hiiiii…

Tours, 18 Agustus 1950

SALIHARA

Selamat ulang tahun, umurmu panjang.

Sementara anjingmu masih menggigit

ekornya di dalam suatu catatan penuh

dengan kecacatan yang penuh akan ilusi

dari sebuah cermin yang keruh

Kandang Kerbau, 29 Juli 2037

SETELAH IDA TAK LAGI ADA

Ia pergi jauh meninggalkan asap pada sisa

lenyap dalam kabut yang mengantarkannya

pada tiada.

Di dalam bayangan, kau berkata demikian:

“Aku sudah memperingatkan,

hidupmu tak akan sampai seribu

jika tak kembali pada bahasa ibu”

saat ini kuku kaki kata tak bisa apa-apa

selain masuk pada kamus yang menata rahasia

membongkar yang gelap dalam sekejap → tekan.

kami bertiga memilih berderu di dalamnya

menjadi debu dan takdir yang percuma

dan di sini kalian sedang membacanya

seperti pengembara yang tak bisa berbicara

Bogor, 29 April 2948

PESSOA, PESSOA

Mereka merakit arwah seperti seorang pecundang di dalam rumah. Mereka menangis melihat

seorang pandai kata dikelabui pecahan cermin di dalam kelamin; seorang penyair klasik asal

Bukittinggi; penyair ahli parodi asal Bali yang mengurus hotel di sanur setelah belajar

Pastiche di Geneva. Pessoa, Pessoa. Seorang pandai kata berlari pada halaman panjang,

mencari letak kuburan dari dua keluarga yang tak pernah melahirkan mereka. Pohon ceremai

menciptakan perang. Seorang penyair urban yang membicarakan tubuh laki-laki di dalam air

mata ibu kota menjadi terangsang di hadapan Si penyair klasik asal Bukittinggi. Seorang

Pastor dwibahasa membakar kitab suci di mulutnya dan meracau tentang lelucon Si penyair

bali di hadapan umatnya. Pessoa, Pessoa. Seorang tukang starling membedah biji-biji kopi

dan melihat perbedaan di antara keduanya; apakah berbeda rasa; apakah berbeda aroma;

apakah berbeda raganya. Pessoa, Pessoa.

Ia menjahit gelap di atap bahasa. Pessoa, Pessoa. Problem in Capita mencari tuannya.

Beberapa jari mencuri wajahnya yang tak pernah ada. Arturo Belano menyerah pada air mani

yang keluar ketika Han Zi meludah. Seorang pemulung menelan peluru di rel kereta. Catatan

berserakan. Kawannya mencatat sejarah api. Seorang penulis tak berbakat menulis muslihat

di pinggiran puisi. Perjalanan panjang di Bivak mencari jasad yang tak pernah lahir. Seperti

seorang jalang yang tak pernah sebesar ocehan pada kata pengantar seorang pandai kata.

Pessoa, Pessoa. Tanpa negara ia bernaung pada omong kosong yang bekerja. Kemudian

Seorang tukang starling membedah lagi biji kopi dan menemukan orang-orang tanpa kepala.

Pessoa, Pessoa.

Tukang starling pulang ke rumahnya dan membedah kecacatan dari biji kopi sambil

membakar rokok yang tak pernah ia hisap. Penerangan secukupnya. Seorang ahli sejarah

datang menghampiri. Mereka berdua berdiskusi dan memutuskan untuk menulis tentang para

pecundang yang lenyap di luar rumah. Pessoa, Pessoa. Mereka menciptakan anak tanpa nama

tanpa sejarah. Pessoa, Pessoa. Engkau percuma

Rawamangun, 24 September 2966

Rae Fadillah, penyair asal Tangerang, aktif sebagai editor Penerbit Velodrom. Ia juga membantu kuratorial Sastra di  Atelir Ceremai, bermusik di Viviene’s Wetdreams, menggarap dua film pendek, dan menulis satu pementasan bersama Korpus Teater. Sedang menyelesaikan studi S1 Sastra Indonesia di FIB Universitas Indonesia. Ia telah menerbitkan zine puisi Kruid (2023) dan antologi Festival Akhir Pekan (2024).

Avatar

admin

About Author

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Puisi

Puisi Zainul Dzakwan Arabi: Seorang Buta

ilustrasi: Alfarizi Andrianaldi Aku merabamu Saat tiada pasang mata Tahu kandungi Perisamu pada kenihilan Melihat pasti milik penglihatan Begitu ketaranya
Puisi

Puisi Asa Nirwangga: Merde

    Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. Mengasihi umatnya yang blingsatan sudah sepekan hanya makan